Indonesia Belum Terbiasa Membaca
Indonesia Belum Terbiasa Membaca
Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam
kehidupan seseorang. Selain sebagai pemuas dahaga pengetahuan setiap individu,
pendidikan juga sebagai pendorong indeks pembangunan manusia suatu negara.
Pendidikan yang efektif akan menciptakan
sumber daya manusia berkualitas dan dapat bersaing di kancah
internasional.
Sayangnya, pendidikan belum berlangsung dengan baik di
Indonesia karena banyaknya faktor yang menghalangi, seperti anggapan tidak
pentingnya pendidikan, mahalnya biaya untuk mengenyam bangku sekolah, tingginya
angka kemalasan, saran belum memadai untuk daerah tertinggal, dan lain
sebagainya. Jika hal ini tidak diatasi dengan cara yang efektif, maka akan
terus menambah beban negara terutama pada ketertinggalan dalam bidang
pengetahuan dengan negara lain.
Di era globalisasi, pendidikian terbagi menjadi pendidikan
formal, non-formal dan informal, dimana satu dengan yang lainnya saling
mendukung. Banyak contoh pendidikan informal yang dapat dilakukan dengan gratis
alias tidak perlu bayar, asalkan setiap individu mau mengerjakannya. Yaitu,
membaca.
Membaca merupakan dasar dari literasi informasi. Ia menjadi inti dari proses pendidikan. Literasi Informasi menurut Bruce adalah sebuah kemampuan mengakses, mengevaluasi, mengorganisasikan, dan menggunakan informasi dalam proses belajar, pemecahan masalah, mengambil keputusan formal dan informal dalam konteks belajar, pekerjaaan, rumah, ataupun dalam pendidikan (Septiantono, 2016: 1.9).
Setiap warga negara harusnya memiliki minat baca sebagai wujud menyukseskan pendidikan yang ada di Indonesia. Minat baca/membaca merupakan suatu keinginan yang timbul untuk mencari makna dari tulisan sebagai hiburan maupun menambah pengetahuan (Sudarsana, 2014: 13).
Menurut data dari Central Connecticut State University, Indonesia diperingkat 60 dari 61 negara dibidang minat baca berdasarkan jumlah kunjungan ke perpustakaan. Dari data tersebut memng terbukti bahwa tingkat membaca masyarakat Indonesia masih rendah, dan perlu diperbaiki ke depannya. Masyarakat juga perlu mencari informasi melalui tulisan, tidak hanya sumber audio-visual saja agar tidak terjadi kelisanan sekunder.
Tanpa sadar masyarakat Indonesia telah mengabaikan
pentingnya membaca yang membawa seribu manfaat. Manfaat membaca antara lain
adalah memperkaya pengetahuan dan wawasan, membentuk watak dan sikap, sebagai
proses menuju masyarakan modern, mengurangi dampak lompatan budaya, mengurangi
gaptek terhadap berkembangnya teknologi, meningkatkan daya saing suatu bangsa,
menambah kemampuan berbicara, dan lain sebagainya. membaca sendiri meningkatkan
fungsi otak dengan mengaktifkan 100-200 milliar sel otak dengan sistem kerja
adanya akselerasi proses berfikir sebab berkembangnya sel neuron/unit dasat
otak manusia.
Hal tersebut dapat mempengaruhi kepribadian, intelegensi,
dan kualitas hidup serta bisa meningaktakan kecerdasan bahasa, logika,
kinestetis, visual audiotoris, spiritual dan komunikasi verbal (Rosjidi,
2016:55).
Sebanarnya, Pemerintah tidak tinggal diam dalam menanggapi
permasalahan rendahnya minat baca di lapangan. hal tersebut terwujud dalam
KEMENDAGRI No. 9 tahun 1988 dan Instruksi MENDAGRI No. 21 tahun 1988 bahwa
perpustakaan umum, termasuk perpustakaan desa mempunyai fungsi: menghimpun,
mengolah, memelihara, melestarikan, mengatur, mendayagunakan bahan pustaka dan
informasi sebagai pusat kegiatan belajar, pelayanan informasi, penelitian dan
menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca bagi seluruh lapisan masyarakat. Ditambah
menurut Instruksi Presiden No. 15 tahun 1974, pasal 4 bahwa yang dimaksud
pembinaan secara menyeluruh mencakup perencanaan, pengaturan, pengendalian, dan
penilaian kegiatan yang berhubungan dengan suatu sistem.
Selain adanya kebijakan yang diterbitkan, pemerintah juga
menetapkan setiap tanggal 17 Mei sebagai hari Buku nasional untuk memperingati
berdirinya pepustakaan nasional sekaligus mommentum pentingnya budaya baca.
Bahkan, UNESCO menetapkan setiap 23 April menjadi hari Buku sedunia dan 8 September
menjadi hari Literasi sedunia atau hari melek huruf internasional.
Sebenarnya pengembangan minat baca terus dilakukan oleh pemerintah dengan membangun perpustakaan di setiap tahunnya, namun sangat disayangkan karena tidak diiringi dengan perbaikan program pelayanan, sarana dan prasarna yang mendukung, serta sumber daya pustakawan yang mumpuni, sehingga belum berpengaruh terhadap minat baca di Indonesia sendiri. Selain hal itu juga terdapatnya faktor yang memengaruhi terhadap minat baca setiap individu, yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal (berasal dari dalam diri seseorang) terdiri dari membaca sebagai kebutuhan, kurangnya motivasi untuk membaca, rasa keingintahuan yang kurang, dan pemusatan perhatian. Sedangkan faktor eksternal (berasal dari luar diri seseorang) terdiri dari sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan membaca, dorongan dari orang tua, dosen, guru, teman, masyarakat sekitar, dan lain sebagainya.
Selain adanya literasi, akhir-akhir ini menculnya istilah
Aliterasi, yaitu orang yang mampu membaca namun ia tidak mau melakukanya. Tipe
aliterasi dibedakan menjadi 3, yakni seorang yang suka membaca namun tidak
menyediakan waktu untuk membaca, seorang yang menganggap membaca adalah sebuah
keterampilan bukannya kebiasaan, dan seorang yang tidak suka sama sekali dengan
membaca. Ciri-ciri pembaca yang matang diantaranya; kemampuan menemukan makna
tersirat dari bacaan, membaca sebagai rutinitas, mengamalkan hal-hal yang
diperoleh dari membaca, bisa memperkirakan kuat dan lemahnya bahan bacaan, dan
membaca untuk masa depan. Namun, akhir-akhir ini perpustakaan dijadikan
prioritas dalam mencari informasi, terutama dikalangan mahasiswa sebelum
terjadinya pendemi corna virus ini.
Adanya pendemi yang sekarang timbul merubah pola kehidupan
kehidupan di Indonesia. Salah dari dampak pandemi tersebut, sepinya
perpustakaan karena diliputi ketakutan untuk berkunjung. Hal tersebut
sebenarnya tidak menjadi alasan untuk tidak membaca. Fasilitas perpustakaan
elektronik menjadi solusi dengan koleksi elektroniknya yang bisa dinikmati
kapanpun dan dimanapun. Adanya e-book
tersebut sebernarnya menjadi kemudahan bagi masyarakat, diantaranya praktis,
simpel, efisen, dan berpotensi tidak tertular penyakit karena berinteraksi
ditempat ramai.
Terlepas dari problematika yang ada, sudah sepatutnya
sebagai generasi penerus bangsa memutus rantai buruk budaya yang telah
berkembang dan mengantinya dengan budaya yang bersifat orientasi pada masa
depan. Jika hal itu dilakukan, bukan tidak mungkin negara ini akan mudah dalam
mencapi tujuannya karena didukung dengan indeks pembanggunan sumber daya manusia
yang tinggi. Mari membaca sebagai bentuk kerja kebudayaan.
Daftar
Pustaka
Rosjidi, Ajip. 2016. Pembinaan
Minat Baca. Bandung: Rosda.
Septiantono, Tri. 2016. Literasi
Informasi. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Sudarsana, Undang. 2014. Pembinaan
Minat Baca. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Bagas Aldi Pratama, Pegiat Literasi Pacitan
Komentar
Posting Komentar
Mohon berkomentar dengan baik ya